Mediainfo.biz – Kompol Kosmas K. Gae dipecat dari Polri menyusul insiden rantis Brimob melindas ojol. Sidang etik cepat, pakar hukum apresiasi, proses hukum tetap dipantau.
Kompol Kosmas Dipecat Dari Polri Usai Insiden Rantis Brimob Melindas Ojol
Pada Rabu, 3 September 2025, Komisioner Polisi Kosmas K. Gae resmi dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari institusi Polri akibat perannya dalam insiden tragis yang menewaskan pengendara ojek online, Affan Kurniawan, akibat dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob. Putusan ini merupakan hasil sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang berlangsung cepat dan tegas di Gedung TNCC, Mabes Polri, Jakarta.
Kronologi Insiden dan Sidang Etik
Peristiwa tragis itu terjadi pada malam 28 Agustus 2025, ketika rantis Brimob menabrak dan kemudian melindas Affan Kurniawan di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat. Tujuh anggota Brimob yang berada di dalam rantis langsung diamankan. Kompol Kosmas—yang saat itu menjabat sebagai Komandan Batalyon Resimen IV Korbrimob—duduk di kursi depan sebelah pengemudi, dan dikategorikan melakukan pelanggaran berat bersama sang sopir, Bripka Rohmat. Lima anggota lainnya hanya dinilai melakukan pelanggaran etik sedang, dan akan mendapat sanksi lebih ringan seperti penempatan khusus (patsus), mutasi, atau penundaan pangkat.
Pada sidang etik yang digelar tanggal 3 September 2025, Kompol Kosmas dinyatakan melakukan perilaku tercela dan dijatuhi sanksi PTDH.
Respons Kompol Kosmas
Dalam kesaksiannya, Kosmas menyatakan bahwa ia baru mengetahui insiden tersebut melalui video viral di media sosial: “Saya mengetahui ketika korban meninggal ketika video viral”.
Ia juga menyampaikan permohonan maaf dan menyatakan bahwa tidak ada niat jahat:
“Bukan ada niat untuk membuat orang celaka … saya juga menyampaikan dukacita yang mendalam kepada korban Affan Kurniawan serta keluarga besar”.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa tindakannya selama operasi hanyalah menjalankan perintah pimpinan untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum.
Perspektif Hukum dan Publik
Pakar hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, memberikan apresiasi atas kecepatan dan transparansi proses etik oleh Polri. Namun, ia juga mengingatkan agar proses hukum pidana tetap mendapat pengawalan:
“Sanksinya berat, dipecat dengan tidak hormat … Proses pidananya harus dilaksanakan karena jelas faktanya ada orang meninggal … harus ditunjukkan secara transparan”.
Landasan Hukum Sanksi PTDH dalam Polri
Sanksi PTDH diatur oleh Peraturan Kepolisian Negara RI Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. Di Pasal 109 Ayat 1 dan 2, dijelaskan bahwa PTDH merupakan sanksi administratif untuk pelanggaran etik berat maupun sedang. Anggota yang dihukum mempunyai hak mengajukan banding melalui Komisi KKEP Banding, dan bahkan dapat mengajukan pengunduran diri sebelum sidang jika memenuhi syarat tertentu seperti masa dinas panjang dan prestasi baik.
Implikasi dan Sorotan
Kasus Kompol Kosmas menjadi sorotan publik nasional sebagai bentuk penegakan etik internal oleh Polri, sekaligus sebagai peringatan bahwa tugas dan otoritas institusi harus dibarengi tanggung jawab penuh atas keselamatan publik.
- Bagi institusi Polri, ini menjadi momentum memperkuat reformasi internal dan transparansi penegakan disiplin.
- Bagi masyarakat, keputusan tegas ini mungkin menumbuhkan kepercayaan terhadap proses penegakan hukum internal Polri.
- Bagi hukum dan akademisi, penting untuk memantau apakah proses pidana akan dilanjutkan dan seberapa transparan serta adil mekanisme tersebut diterapkan.
Kesimpulan
Kompol Kosmas K. Gae resmi dipecat tidak dengan hormat dari Polri menyusul insiden rantis Brimob yang menewaskan Affan Kurniawan. Sidang etik berlangsung cepat, dan respons hukum cukup diapresiasi. Namun keadilan substansial menuntut agar proses hukum pidana segera diproses secara transparan. Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa integritas institusi tidak bisa ditawar dan setiap aparat bertanggung jawab atas setiap nyawa yang tergadai dalam pelaksanaan tugas.