Mediainfo.biz – Presiden Prabowo Subianto mulai mendorong pembahasan RUU Perampasan Aset. Langkah ini dinilai krusial untuk mempercepat pengembalian aset korupsi dan perkuat sistem hukum.
1. Momentum Awal: Dukungan Tegas dari Presiden Prabowo
Pada peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025 di Monas, Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan dukungan tegas terhadap pengesahan RUU Perampasan Aset, yang jadi instrumen penting dalam pemberantasan korupsi. Dalam pidatonya, Prabowo sempat bergurau, “Enak saja sudah nyolong, nggak mau kembalikan aset—gue tarik saja itu, setuju?” Ucapannya ini disambut sorak-sorai para buruh yang hadir.
Menurutnya, koruptor tidak hanya harus dihukum secara pidana, tapi juga kehilangan harta hasil kejahatannya. Ia bahkan mengklaim telah berkonsultasi dengan hakim agung bahwa konstitusi negara kuat untuk mendukung langkah hukum tersebut.
2. Sinergi antara Pemerintah dan Legislatif: Janji Pembahasan Segera
Menindaklanjuti pernyataan Presiden, agenda RUU Perampasan Aset mendapat dorongan untuk segera dibahas. Pada 2 September 2025, Prabowo menerima perwakilan serikat pekerja di Istana Negara. Dalam kesempatan itu, Prabowo kembali menegaskan komitmennya untuk mendorong pembahasan RUU ini, sekaligus memperhatikan isu ketenagakerjaan dan pemilu bersih.
Serikat pekerja, termasuk KSPSI dan KSPI, mendukung penuh langkah ini. Mereka melihat RUU tersebut sebagai instrumen ampuh untuk memberi efek jera kepada para koruptor dan memperkuat sistem hukum nasional.
3. Sinyal dari DPR: Siap Dibahas dengan Persyaratan
Badan Legislasi (Baleg) DPR menyatakan belum memulai pembahasan RUU Perampasan Aset. Meski begitu, RUU ini telah diusulkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah 2025–2029, menjadikannya inisiatif pemerintah yang potensial diangkat jika ada instruksi jelas dari Presiden.
Ketua Baleg, Bob Hasan, menyampaikan perlunya pemutakhiran materi RUU agar tidak tumpang tindih dengan Undang‑Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), serta mempertegas cakupan perampasan—apakah untuk kasus korupsi saja atau juga tindak pidana lainnya.
4. Perspektif Pakar: RUU Sangat Dibutuhkan
Pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menyambut baik sinyal kuat dari Presiden Prabowo. Ia menekankan bahwa RUU Perampasan Aset adalah wujud serius pemerintah dalam memerangi korupsi secara efektif dan efisien. Ia menggarisbawahi bahwa Indonesia sudah tertinggal karena belum memiliki sistem perampasan aset non-konviktif seperti di Inggris atau Swiss.
Hardjuno bahkan mengatakan, ketertinggalan tersebut mengakibatkan hilangnya triliunan rupiah aset negara karena tidak ada dasar hukum untuk mengambilnya kembali—meski telah terindikasi sebagai hasil kejahatan.
5. Mekanisme RUU: Perampasan Non-Konviktif
Yang membuat RUU ini unik dan kontroversial adalah mekanisme perampasan aset secara non-konviktif, yaitu negara dapat merampas aset diduga hasil kejahatan sebelum proses pidana selesai. Skema ini menggunakan pembuktian terbalik (in rem), sehingga negara tidak perlu menunggu vonis agar aset bisa diambil alih untuk kepentingan publik
6. Dampak Potensial Bila Disahkan
Jika RUU ini segera disahkan, setidaknya ada dua efek signifikan:
- Pemulihan aset negara lebih cepat dan masif, termasuk aset hasil korupsi yang selama ini sulit ditindaklanjuti.
- Meningkatkan kredibilitas Indonesia di mata internasional, khususnya dalam konteks integritas hukum dan anti-korupsi. Beberapa pihak menyebut langkah ini akan memperkuat peluang aksesi Indonesia ke OECD.
7. Tantangan dan Hambatan ke Depan
Namun, jalan menuju pengesahan RUU tidak mudah:
- DPR masih membutuhkan waktu untuk membahas dan merevisi isi RUU agar tak bertabrakan dengan regulasi yang ada.
- Isu hak asasi seperti asas praduga tak bersalah perlu dilindungi dengan pengawalan ketat dalam mekanisme hukum.
- Praktik politik dan kepentingan parpol dalam DPR bisa menghambat percepatan proses legislasi.
8. Kesimpulan
Presiden Prabowo Subianto telah memberikan sinyal kuat dan konsisten bahwa RUU Perampasan Aset mesti mulai dibahas dan segera disahkan. Ia meyakini bahwa untuk benar-benar memberantas korupsi, negara harus memiliki alat hukum kuat untuk merebut kembali kekayaan yang dirampok pelaku. Dengan dukungan serikat pekerja dan sinyal inisiatif dari pemerintah, RUU ini berpotensi menjadi tonggak penting pemberantasan korupsi. Namun, proses di DPR serta sinergi antara eksekutif dan legislatif menjadi penentu kecepatan dan esensi dari pengesahan itu sendiri.